AGAR KHUSYUK DALAM SHALAT

Shalat, kata Sa'id Hawwa, adalah sarana terbesar dalam tazkiyatun nafs (menyucikan jiwa). Pada waktu yang sama merupakan bukti dan ukuran dalam tazkiyah. Shalat adalah sarana dan sekaligus tujuan. la mempertajam makna 'ubudiyah, tauhid, dan syukur.

Shalat adalah zikir, gerakan berdiri, ruku, sujud, dan duduk. Penegakannya dapat memusnahkan bibit-bibit kesombongan dan pembangkangan kepada Allah, di samping merupakan pengakuan terhadap rubbubiyah dan hak pengaturan. Penegakannya secara sempurna juga akan dapat memusnahkan bibit-bibit ujub dan ghurur bahkan semua bentuk kemungkaran dan kekejian. "Sesungguhnya shalat dapat mencegah kekejian dan kemungkaran." (Al-Ankabut 29).

Shalat akan berfungsi sedemikian rupa apabila ditegakkan dengan semua rukun, syarat, dan sunahnya. Secara lahir, kita menunaikannya secara sempuma dengan anggota badan. Secara batin, kita khusyuk dalam melaksanakannya.

Amalan shalat yang bersifat lahiriah, kita melihat, masih dilaksanakan dengan baik oleh orang muslim yang hidup di lingkungan Islam. Tetapi, apakah kita khusu melaksanakannya, masih menjadi tanda tanya besar. Nabi SAW bersabda: "Ilmu yang pertama kali diangkat dari maka bumi adalah kekhusyukan." (HR Thabrani). Padahal, khusyu merupakan tanda pertama orang-orang beruntung (Al-Mu'minun 1-2). Orang-orang khusyuk adalah orang-orang yang berhak mendapat kabar gembira dari Allah SWT. (Al-Hajj:34-35).

Demikian pentingnya kedudukan khusyuk, hingga ketidakberadaannya hermit ruaknya hati dan keadaan. Baik dan rusaknya hati tergantung kepada ada dan tidaknya khusyuk ini. Sesungguhnya khusyuk merupakan manifestasi tertinggi dari sehatnya hati. Jika khusyuk telah sirna berarti hati telah rusak. Bila khusyuk tidak ada berarti hati telah didominasi berbagai penyakit yang berbahaya dan keadaan yang buruk, seperti cinta dunia dan persaingan untuk mendapatkannya.

Bila hati telah didominasi berbagai penyakit, maka kecenderungan kepada akhirat akan hilang. Bila hati telah sakit maka sumber-sumber kebaikan bagi kaum muslimin pun hilang. Cinta dunia menimbulkan persaingan untuk mendapatkannya, sedangkan persaingan terhadap dunia tidak layak menjadi landasan tegaknya urusan dunia dan agama. Hilangnya khusyuk pertanda hilangnya kehidupan. Dia sulit menjadi penerima nasihat dan didominasi oleh hawa nafsu. Bayangkan, tatkala hawa nafsu mendominasi hati, segala nasihat dan peringatan tak lagi bermanfaat, maka berbagai syahwat pun merajalela. Dan terjadilah perebutan kedudukan, kekuasaan, harta, dan nafsu syahwat. Bila hal-hal ini mendominasi kehidupan, maka tidak akan terwujud kebaikan dunia maupun agama.

Khusyuk adalah ilmu sebagaimana ditegaskan hadis Nabi SAW. llmu ini tidak banyak yang mengetahuinya. Bila Anda telah menemukan orang khusyuk yang bisa mengantarkan Anda kepadanya, maka berpegang teguhlah kepadanya. Orang berilmu itulah tanda ulama akhirat.

Sesungguhnya ilmu khusyuk berkaitan dengan ilmu penyucian hati dari berbagai penyakit dan upaya merealisasikan kesehatan. Masalah ini merupakan tema yang amat luas sehingga para ulama akhirat memulainya dengan mengajarkan zikir dan hikmah kepada orang yang berjalan menuju Allah sampai hatinya hidup. Bila hati telah hidup berarti mereka telah membersihkan dari berbagai sifat yang tercela dan mengantarkannya kepada sifat-sifat terpuji. Di sinilah perlunya membiasakan hati khusyuk melalui kehadiran bersama Allah dan merenungkan berbagai nilai kehidupan. Khusyuk dalam shalat merupakan ukuran dan tanda kekhusukan hati. Bagaimana khusu dihadirkan? Al-Ghazali menawarkan resep berikut. Lahiriah perintah, kata Al-Ghazali, adalah wajib, sedangkan lalai adalah lawan ingat. Yang lalai dalam semua shalatnya, bagaimana mungkin dia bisa mendirikan shalat untuk mengingat-Nya?

Kehadiran hati adalah ruh shalat. Minimum saat mulai takbiratul Ihram. Kurang dari ini adalah kebinasaan. Semakin bertambah kehadiran hati, semakin bertambah pula ruh tersebut ada dalam bagian-bagian shalat. Demikian pula shalat orang lalai dalam seluruh pelaksanan shalat keuali pada waktu takbiratul Ihram. Seperti orang hidup yang tidak punya daya gerak sama sekali. Ketahuilah, kata Al-Ghazali, makna batin memiliki banyak ungkapan tetapi seluruhnya terangkum dalam enam kalimat. Yaitu: kehadiran hati, tafahhum, ta'zhim, haibah, raja' dan haya'. Kehadiran hati ialah mengosongkan hati dari hal-hal yang tidak perlu hingga dia senantiasa sadar, tidak berpikiran liar. Tafahhum adalah paham terhadap makna. Ta'zhim itu rasa hormat. Haibah adalah rasa takut yang bersumber dari rasa hormat. Raja adalah pengharapan dan haya adalah rasa malu.

Faktor penyebab kehadiran hati adalah himrnah atau perhatian utama. Tafahhum berasal dari kebiasan berpikir untuk mengetahui makna. Ta'zhim lahir dari dua ma'rifat (terhadap kemuliaan dan keagungan Allah dan terhadap kehinaan dan kefanaan dirinya). Haibah datang dari ma'rifat akan kekuasaan Allah, hukuman-Nya, pengaruh kehendak-Nya. Penyebab timbulnya raja adalah kelembutan Allah, kedermawanan-Nya, keluasaan ni'mat-Nya, dahan ciptaan-Nya dan pengetahuan akan kebenaran janji-Nya. Sedang haya muncul melalui perasaan serba kurang sempuma dalam beribadah dan pengetahuannya akan ketidakmampuan menunaikan hak-hak Allah.

Berdasarkan itu, manusia terbagi menjadi tiga kelopmpok. Pertama, orang lalai yang mendirikan shalat tetapi hatinya tidak hadir sa­ma sekali. Orang yang mendirikan shalat dengan hati tak pernah lalai sama sekali. Ketiga orang lalai yang tidak mendirikan shalat.

Yang terbaik adalah tipe kedua. Dia tidak pernah lalai dalam shalat dan selalu menghidupkan hatinya.

Jika kita termasuk orang yang menginginkan akhirat, hendaknya tidak melalaikan berbagai peringatan yang terdapat dalam syarat-syarat dan rukun-rukun shalat. Syarat-syarat yang mendahului shalat adalah adzan, bencuci, menutup aurat, menghadap kiblat, berdiri tegak lulus dan niat.


Ketika mendengar seruan mu'adzin hadirkanlah dalam hati. Orang-orang yang bersegera memenulli seruan ini adalah orang-orang yang dipangil dengan penuh lemah lembut pada hari 'Pagelaran Akbar'. Arahkan hati kepada seruan ini. "Jika kita bisa mendapatinya dengan penuh kegembiraan, kesenangan, selalu berkeinginan untuk memulainya, maka ketahuilah rasa khusyuk akan datang kepadamu," kata Said Hawwa dalam buku Tazkiyatun Nafs (Mensucikan Jiwa).