"Nggak
papa warung buka pas Ramadhan, logikanya, kalau imannya kuat, nggak akan goyah
sama godaan warung yang terbuka"
Sekilas
pernyataan ini benar, padahal salah samasekali, bila ada yang berpikiran sama
seperti diatas, lanjut aja baca, siapa tau berubah hehehe...
Pertama
harus dipahami dulu bahwa dalam Islam, boleh atau tidaknya, bisa atau nggaknya,
halal atau haramnya, semua diserahkan pada Allah sebagai pencipta, bukan logika
manusia
Misalnya,
benar jika seorang Muslim itu keimannya kuat, maka dia tidak akan tergoda oleh
agama yang lain selain Islam, tapi tidak serta merta lantas membolehkan dia
untuk beribadah mengikuti cara agama lain hanya dengan alasan "Gue nggak
akan terpengaruh kok!".
Karena
Allah sudah memberikan hukum-Nya, sudah jelas halal dan haramnya
Nah,
bagaimana dengan warung yang tetap buka ketika Ramadhan?
Sejauh
yang saya pahami, yang diharamkan adalah memberi makan atau memfasilitasi orang
yang mampu berpuasa dan mukim, sebab "dia menjadi perantara bagi
keharaman". Adapun bila warung itu menjual yang memiliki udzur syar'i
untuk tidak berpuasa seperti musafir, ibu hamil dan menyusui, serta anak-anak,
maka sah-sah saja
Disinilah
letak peraturan itu perlu, maka penguasa boleh saja memberikan regulasi kepada
warung-warung makan khusus pada saat bulan Ramadhan untuk mengondisikan bulan
Ramadhan, seperti buka menjelang maghrib, ditutup dengan tirai dan sebagainya
Bisa
juga dengan menanyai setiap yang datang, lalu menjual hanya bila pembeli bisa
menunjukkan bahwa dia memang tidak wajib berpuasa, atau pembelinya bukan
seorang Muslim
Problemnya
tidak selesai sampai disitu. Karena kasus yang akhir-akhir ini mencuat, tidak
hanya kasus "warung buka saat Ramadhan" ansih, tapi isu ini
ditunggangi kaum liberal, sehingga menjadi ujung tombak menyerang perda-perda
yang dianggap syariah, dan menyerang Islam secara umumnya
Lihat
saja jargon salah pikir seperti "hormati yang tidak berpuasa", atau
seperti jargon diatas "kalau puasanya khusyuk, nggak akan terpengaruh kok
sama warung buka!"
Lha,
ini semua terbalik, mayoritas Muslim, ini bulan mulianya Muslim, lha seharusnya
yang Muslim lebih layak dihormati di bulan mulia ini, bukan malah menantang
"Kalau puasamu khusyuk, kamu nggak akan tergoda, kalau kamu tergoda
artinya puasamu sia-sia"
Mengenai
ada Muslim yang justru imannya bertambah kuat saat diuji berat, saat berada di
negeri yang bukan Muslim dan notabene tak ada suasana Ramadhan, ini juga tak
bisa dijadikan dalil bolehnya bertindak semaunya di bulan Ramadhan
Walaupun,
saya sangat setuju, untuk penindakan pelanggaran satu peraturan yang sudah
disepakati, seharusnya bisa lebih bijak dan lebih halus, lebih banyak ke
negosiasi dibanding anarkis
Dan
bila mau jujur, tidak standar ganda, penggusuran yang dilakukan di ibukota
sebetulnya jauh lebih sadis dan jauh lebih tidak manusiawi, dan seharusnya
lebih besar dipermasalahkan
Kembali
lagi ke problem utama, hanya saja, memang problemnya isu ini dimanfaatkan untuk
menyesatkan pola pikir masyarakat
Karena
kalau logika sesat ini dijalankan terus, maka esok usaha pemurtadan bisa
berkedok sama "Kalau kamu yakin imanmu, kamu nggak akan peduli sama
pemurtadan, biarin aja!".
Atau
dalam pergaulan "Kalau kamu yakin imanmu kuat, nggak papa kok pelacuran,
kalau kamu nggak melacur kenapa takut!".
Atau
dalam ekonomi, "Kalau kamu yakin bisa bersaing, ya nggak papa perusahaan
multinasional dan asing bersaing sama kamu!"
Atau kita memang
sudah terjebak pola pikir begitu?
Sumber dari : https://www.facebook.com/UstadzFelixSiauw/posts/10154106818176351