Ustadz Felix Siauw : “Logika Terbalik Hormati Orang yang Tidak Berpuasa”

"Nggak papa warung buka pas Ramadhan, logikanya, kalau imannya kuat, nggak akan goyah sama godaan warung yang terbuka"

Sekilas pernyataan ini benar, padahal salah samasekali, bila ada yang berpikiran sama seperti diatas, lanjut aja baca, siapa tau berubah hehehe...

Pertama harus dipahami dulu bahwa dalam Islam, boleh atau tidaknya, bisa atau nggaknya, halal atau haramnya, semua diserahkan pada Allah sebagai pencipta, bukan logika manusia

Misalnya, benar jika seorang Muslim itu keimannya kuat, maka dia tidak akan tergoda oleh agama yang lain selain Islam, tapi tidak serta merta lantas membolehkan dia untuk beribadah mengikuti cara agama lain hanya dengan alasan "Gue nggak akan terpengaruh kok!".

Karena Allah sudah memberikan hukum-Nya, sudah jelas halal dan haramnya

Nah, bagaimana dengan warung yang tetap buka ketika Ramadhan?

Sejauh yang saya pahami, yang diharamkan adalah memberi makan atau memfasilitasi orang yang mampu berpuasa dan mukim, sebab "dia menjadi perantara bagi keharaman". Adapun bila warung itu menjual yang memiliki udzur syar'i untuk tidak berpuasa seperti musafir, ibu hamil dan menyusui, serta anak-anak, maka sah-sah saja

Disinilah letak peraturan itu perlu, maka penguasa boleh saja memberikan regulasi kepada warung-warung makan khusus pada saat bulan Ramadhan untuk mengondisikan bulan Ramadhan, seperti buka menjelang maghrib, ditutup dengan tirai dan sebagainya

Bisa juga dengan menanyai setiap yang datang, lalu menjual hanya bila pembeli bisa menunjukkan bahwa dia memang tidak wajib berpuasa, atau pembelinya bukan seorang Muslim

Problemnya tidak selesai sampai disitu. Karena kasus yang akhir-akhir ini mencuat, tidak hanya kasus "warung buka saat Ramadhan" ansih, tapi isu ini ditunggangi kaum liberal, sehingga menjadi ujung tombak menyerang perda-perda yang dianggap syariah, dan menyerang Islam secara umumnya

Lihat saja jargon salah pikir seperti "hormati yang tidak berpuasa", atau seperti jargon diatas "kalau puasanya khusyuk, nggak akan terpengaruh kok sama warung buka!"

Lha, ini semua terbalik, mayoritas Muslim, ini bulan mulianya Muslim, lha seharusnya yang Muslim lebih layak dihormati di bulan mulia ini, bukan malah menantang "Kalau puasamu khusyuk, kamu nggak akan tergoda, kalau kamu tergoda artinya puasamu sia-sia"

Mengenai ada Muslim yang justru imannya bertambah kuat saat diuji berat, saat berada di negeri yang bukan Muslim dan notabene tak ada suasana Ramadhan, ini juga tak bisa dijadikan dalil bolehnya bertindak semaunya di bulan Ramadhan

Walaupun, saya sangat setuju, untuk penindakan pelanggaran satu peraturan yang sudah disepakati, seharusnya bisa lebih bijak dan lebih halus, lebih banyak ke negosiasi dibanding anarkis

Dan bila mau jujur, tidak standar ganda, penggusuran yang dilakukan di ibukota sebetulnya jauh lebih sadis dan jauh lebih tidak manusiawi, dan seharusnya lebih besar dipermasalahkan

Kembali lagi ke problem utama, hanya saja, memang problemnya isu ini dimanfaatkan untuk menyesatkan pola pikir masyarakat

Karena kalau logika sesat ini dijalankan terus, maka esok usaha pemurtadan bisa berkedok sama "Kalau kamu yakin imanmu, kamu nggak akan peduli sama pemurtadan, biarin aja!".

Atau dalam pergaulan "Kalau kamu yakin imanmu kuat, nggak papa kok pelacuran, kalau kamu nggak melacur kenapa takut!".

Atau dalam ekonomi, "Kalau kamu yakin bisa bersaing, ya nggak papa perusahaan multinasional dan asing bersaing sama kamu!"

Atau kita memang sudah terjebak pola pikir begitu?

Sumber dari : https://www.facebook.com/UstadzFelixSiauw/posts/10154106818176351